Alfred Einstein bilang "pada dasarnya tidak ada anak bodoh, yang ada si anak belum mendapatkan kesempatan belajar dengan guru yang baik"
Bukan rahasia umum bahwa fisika merupakan salah satu bidang ilmu
pengetahuan alam yang tergolong “keras”, artinya butuh perjuangan yang serius. Bahkan
telah berkembang di kalangan siswa dan guru suatu mitos bahwa dari sononya
fisika memang sulit dipelajari. Fisika kemudian menjadi momok dan ditakuti
banyak siswa. Fisika dianggap sebagai onggokan rumus-rumus, yang menjerumuskan
siswa dengan hafalan yang memusingkan kepala. Alhasil, nilai fisika para siswa
termasuk yang terendah di antara seluruh mata pelajaran di sekolah pada semua
jenjang, mulai SD (pelajaran IPA) sampai perguruan tinggi. Hal ini sungguh
memprihatinkan, karena fisika merupakan ilmu dasar yang harus dikuasai terlebih
dulu dalam rangka penguasaan teknologi pada jaman modern ini. Fisika
mempelajari watak dan perilaku alam, sehingga memungkinkan kita memanfaatkan
dan mempekerjakan alam untuk kepentingan hidup manusia. Di negara maju, fisika
selalu bahu membahu dengan ilmu lain di garis depan dalam usaha untuk
mengembangkan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Pengalaman keseharian
Manusia belajar tentang alam yang menjadi tempat hidupnya sejak ia dilahirkan.
Apa-apa yang dialaminya kemudian menjadi pengalamannya. Bayi yang sudah dapat
memegang sesuatu akan segera melongokkan kepalanya ke bawah jika barang
mainannya terjatuh, semuda itu ia sudah mengalami gejala gravitasi!
Pengalamannya tentang gejala alam yang lain seperti : gerakan, bunyi (melalui
telinga), cahaya (melalui mata), panas, melengkapi pelajarannya tentang alam
ini. Jika gejala alam sudah mulai dipelajari sedini mungkin, mengapa pada
umumnya siswa merasa sulit mempelajari ilmu alam yang diberikan di sekolah?
Seharusnya dengan pengalaman sehari-hari seperti itu, setiap orang akan merasa
mudah mempelajari fisika. Fisika tidak mempelajari sesuatu yang abstrak,
melainkan hal-hal nyata yang ada di alam sekitar. Adakah sesuatu yang salah
pada pengajaran ilmu alam? Pengamatan pada metode pengajaran ilmu alam di
sekolah-sekolah menelurkan dugaan, bahwa siswa kurang diberi pengalaman, kurang
diberi kesempatan untuk mengalami sendiri gejala-gejala alam yang nantinya
harus mereka pelajari dan kuasai. Ilmu alam tidak boleh dipisahkan dari watak
alamiahnya. Gejala yang dipelajari di dalamnya betul-betul ada di alam sekitar,
bukan semata-mata berupa simbol-simbol di atas kertas. Cara penyampaiannya pun
harus disesuaikan dengan tingkat penalaran yang dimiliki oleh peserta didik
yang menerimanya. Siswa sekolah dasar yang daya analisanya belum berkembang,
tidak boleh dijejali dengan konsep-konsep abstrak berupa hukum-hukum, rumus-rumus
dan sejenisnya. Mereka perlu berkenalan terlebih dulu dengan gejala-gejala
alam (field trip), orang bilang tak kenal maka tak sayang. Minat yang timbul dari keheranan,
rasa ingin tahu dan kekaguman, menjadi modal yang amat besar bagi siswa untuk
mempelajari dan memperdalamnya di kelak kemudian hari. Tampaknya para siswa
telah menjadi korban salah asuhan metode pengajaran yang kurang tepat, karena sebagian besar sekolah hanya berorientasi ke "Nilai". Ini yang seharusnya kita perlu perbaiki bersama dengan cara mengubah (re-orientasi) paradigma lama ke paradigma baru.